-->

Si Bontot Doyan Ngent*d



Shinta, si bontot dari empat bersaudara, remaja manis nan periang dari kota kecil pinggiran Jakarta. Sejak di bangku sekolah, Shinta telah terjerat dalam kisah cinta yang penuh dengan impian dan harapan. Ia begitu tenggelam dalam fantasi mencintai dan dicintai oleh seorang pria yang ia anggap segalanya.
Tahun demi tahun berlalu, Shinta setia menjalani hubungan tersebut, hingga suatu hari ia memutuskan untuk mengakhirinya. Bukan tanpa sebab shinta mengkahiri hubungan tersebut, sebab ada orang ke-3 dalam hubungan mereka. Rasa sakit hati dan kecewa yang mendalam membuat dunia Shinta seakan runtuh. Namun, penderitaan Shinta tidak berhenti di situ. Masalah baru datang menghantui: penagih hutang mulai mendatangi Shinta. Terungkaplah bahwa data dirinya telah disalahgunakan oleh pria itu menjadikan alat untuk memperoleh pinjaman uang. 

Shinta yang bingung dan stres merasa terjebak dalam situasi yang tidak pernah ia bayangkan. Mau tak mau, suka tak suka, Shinta harus menghadapi kenyataan pahit ini dan berjuang melunasi hutang yang bukan miliknya.. 
Demi menutupi hutang yang ditinggalkan oleh pria itu, Shinta pun terpaksa bekerja. Di tengah sulitnya mencari pekerjaan di masa sekarang, Shinta dengan lapang dada menerima pekerjaan paruh waktu. Tidak hanya itu, Shinta juga bekerja sebagai barista di salah satu kedai kopi, mengisi setiap jam yang tersisa demi melunasi beban yang bukan miliknya.
Namun, penghasilan Shinta saat ini masih belum cukup untuk menutupi hutang yang mencekiknya. Ia bingung, tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menghasilkan uang demi melunasi beban tersebut. Dengan tekad bulat, Shinta memutuskan mengubah arah dan menjajaki dunia malam. Ya, Shinta menawarkan jasanya sebagai pemuas nafsu para lelaki, demi mencapai kebebasan dari lilitan hutang yang bukan miliknya.

Matahari mulai terbenam, digantikan oleh sinar rembulan. Shinta masih terdiam di sebuah kamar kecil dalam gang senggol, menanti secercah harapan yang tak kunjung tiba. Seperti lirik lagu Iwan Fals, "habis berbatang-batang tuan belum datang." Hingga pada akhirnya, suara langkah kaki pecah keheningan malam. 
Satu per satu, mereka (pria) tiba, dalam cahaya samar, diatas ranjang tanpa kain, di dalam ruangan yang penuh dengan aura ketegangan, Shinta memenuhi setiap kebutuhan mereka, menghisap, menjilat itu sudah keahlianya. 

Malam itu, suasana gelap malam terhampar di langit, ditemani oleh bulan yang menggantung tinggi, menghadirkan aura magis di sekitar. Di dalam kamar kost sempit, seperti panggung yang gelap, Shinta beraksi. Deretan pria berbagai usia dan latar belakang mengalir masuk dan keluar, menciptakan suatu pertunjukan yang tak pernah selesai. Mereka adalah pemain dalam drama gelap yang Shinta mainkan setiap malam, dan dia, dengan kepiawaiannya yang luar biasa, tampil sebagai pemeran utama yang memenuhi panggilan panggungnya dengan penuh dedikasi. Dari remaja penuh gairah hingga lelaki dewasa yang merindukan sentuhan hangat. 
Shinta, dengan keahliannya ia mulai menari di atas ranjang, memanfaatkan setiap gerakan untuk memikat dan mengendalikan situasi. Pria itu mengamati dengan teliti, matanya tak lepas dari setiap detail. Shinta merasakan adrenalin yang berbeda, dorongan untuk membuktikan dirinya lebih dari sekadar pemuas nafsu. Setiap sentuhan, setiap gerakan, penuh dengan intensitas. Shinta memperlihatkan setiap triknya, dari sentuhan lembut hingga rangsangan mendalam, mengombinasikan teknik yang membuat pria itu terperangah. Ranjang tanpa alas menjadi panggung bagi pertunjukan yang memukau, di mana Shinta adalah bintangnya. 

Setiap malam, Shinta semakin terbenam dalam perannya. Obsesi ini mulai mengaburkan batas antara pekerjaan dan dirinya sendiri. Shinta tidak lagi bisa membedakan kapan ia bermain peran dan kapan ia menjadi dirinya yang sebenarnya.
Siang hari menjadi mimpi buruk yang panjang, waktu yang harus ia lalui dengan gelisah, menunggu malam tiba. Matahari yang dulu memberi harapan kini terasa menyiksa. Ia hidup hanya untuk malam, hanya untuk permainan yang memberinya rasa hidup. Dunia malam telah menjadi segalanya bagi Shinta—tempat di mana ia merasa paling hidup, paling diinginkan, dan paling kuat.

- Ceritanya terulang dan siklus belum berakhir -

Obsesi Shinta terhadap pekerjaannya tumbuh bukan hanya karena pujian dan adrenalin, tetapi juga karena hutang yang terus membayangi setiap langkahnya. Setiap lembar uang yang diterima menjadi pengingat akan tanggung jawab yang belum selesai, tekanan yang tak henti-hentinya mendesak dirinya untuk melunasi hutang yang bukan miliknya. 

Di setiap pria yang ia layani, Shinta melihat kesempatan untuk mengurangi beban hutangnya. Namun, semakin banyak yang ia hasilkan, semakin dalam ia terjerat dalam lingkaran tak berujung. Hutang itu bukan hanya angka di atas kertas, tetapi belenggu yang mengikat jiwa dan raganya. Meskipun setiap malam ia bermain peran dengan mahir, di dalam hatinya, Shinta tahu bahwa ia sedang berlari melawan waktu, berusaha melunasi hutang sebelum obsesi ini benar-benar menghancurkannya.

Pada akhirnya, Shinta menyadari bahwa obsesi ini telah memakan dirinya. Apa yang dulu menjadi sumber kekuatannya kini menjadi belenggu yang tidak terlihat, mengurungnya dalam kegelapan yang semakin pekat. Shinta harus memilih, melanjutkan perjalanan yang menghancurkan dirinya atau menemukan keberanian untuk keluar dan mencari kembali siapa dirinya yang sebenarnya, bebas dari hutang dan bayang-bayang masa lalu.

Cerita Shinta belum berakhir.