-->

Aku, Kamu, dan Magic Mushroom

magic mushroom

Malam itu, di teras lapang yang diterangi cahaya lembut bintang-bintang, seakan langit memutuskan untuk menjadi latar belakang dari kisah kita. Angin malam yang sejuk menyapu lembut, seolah membisikkan rahasia cinta dalam setiap hembusan. Aku duduk bersamanya di atas lantai yang dingin, dikelilingi oleh aroma tanah basah dan dedaunan yang lembut, dengan suasana malam yang membuat setiap detik terasa lebih berharga.

Aky, yes, temanku, layaknya koki berkelas datang membawa hidangan rahasia. Aroma gurihnya memanjakan indera, menyebar ke seluruh penjuru malam, dan mengundang kami untuk merasakan keajaiban rasa dan warna yang ada di dalamnya. Di dalam plastik hitam, terhidang jamur ajaib yang menggugah selera. Jamur-jamur itu disajikan dengan campuran telur hasil eksperimen dari temanku.

Ketika gigitan jamur yang kami nikmati seolah membawa kami dalam sebuah ilusi rasa, setiap suapan terasa seperti keajaiban kecil. Jamur-jamur itu, dalam kesederhanaannya, menyatukan rasa cinta dan keajaiban malam ini, membawa kami dalam dunia yang hanya ada dalam mimpi. Setiap rasa adalah pengingat betapa indahnya saat-saat seperti ini.

Ayuni, yapps, dia adalah wanitaku saat itu, duduk di sampingku, dan tatapanku tertuju pada senyumnya. Dengan tubuh kecilnya, aku tak ingin melepaskan dekapan ini, merasakan setiap detik seolah waktu melambat hanya untuk kami. Dia membaringkan dirinya di pangkuanku, rambut panjangnya yang wangi terurai lembut seperti sutra, menghangatkan tanganku. Ketika aku mengelus lembut rambutnya, tawa kecilnya pecah,sambil menatapku, seolah bintang-bintang di langit turut merayakan keceriaan malam ini. “Kamu tahu, mukamu terlihat seperti kotak,” katanya sambil tertawa kencang, menyebarkan kehangatan di sekeliling kami.

Aku tersenyum, menikmati kehangatan di bawah bintang-bintang malam. “Kotak, ya? Mungkin aku memang dirancang untuk menjadi kotak, menyimpan semua rasa dan cinta di dalamnya,” jawabku, sambil terus mengelus lembut rambutnya yang membuat malam ini semakin magis.

Kami terus bercanda gurau, kami semua menertawakan segala hal, tawa kami bergema di udara malam yang penuh keajaiban. Tiap kali aku melihanya, hatiku dipenuhi oleh perasaan yang melampaui kata-kata. Seolah dunia ini berputar dalam irama ceria kita, membentuk sebuah simfoni yang hanya kami berdua yang bisa mendengarnya. Dalam setiap tawa dan gurauan, aku merasa seperti bagian dari sebuah kisah indah yang diciptakan oleh ilusi jamur dan keajaiban malam.

Kita semua yang ada di sini tertawa tanpa terkendali, begitu pula aku dan kamu, seolah malam enggan terganti oleh pagi. Suara tawa kami menyatu dalam harmoni malam, menciptakan sebuah dunia di mana hanya kebahagiaan dan kehangatan yang ada, seolah waktu berhenti dan hanya ada kami di dalamnya.

“Jadi, bagaimana rasanya menjadi kotak di malam seperti ini?” tanyanya sambil mencubit lembut pipiku. “Apakah kamu merasa nyaman atau malah sesak?”

Aku tertawa. “Rasa nyaman ini jauh melebihi apa pun yang pernah ku rasakan. Denganmu di sini, semuanya terasa begitu sempurna.”

Saat Ayuni mengelus lembut kulitku dan membenamkan kepalanya di dada, aroma jamur yang tersisa di udara seolah bercampur dengan aroma tubuhnya, menciptakan harmoni rasa dan cinta. Dalam tatapan kami, aku melihat keindahan yang melampaui dunia fisik. Dalam keheningan malam, hanya ada kami dan percakapan yang penuh makna, di mana setiap kata menjadi bagian dari cerita yang lebih besar.

“Jangan-jangan,” katanya sambil mengedipkan mata, “kita ini bagian dari cerita ajaib yang ditulis oleh jamur-jamur hidup itu. Sebuah kisah cinta yang hanya bisa terjadi di bawah terangnya malam ini.”

Aku merangkulnya lebih erat, merasakan detak jantungnya yang tenang. “Mungkin saja. Tapi aku tidak peduli bagaimana kisah ini berakhir. Selama aku bersamamu, aku merasa seperti bagian dari cerita yang paling indah.”

Ketika malam semakin larut dan lampu-lampu mulai memudar, kami berdua masih duduk di sana, tertawa dan bercanda. Dunia di sekitar kami menjadi samar, dan hanya ada suara kita yang penuh kehangatan. Di tengah keheningan malam, kami saling berjanji untuk menjaga kenangan ini, selayaknya jamur ajaib yang tak pernah pudar rasanya.

Akhirnya, saat bintang-bintang mulai redup dan udara malam menjadi lebih sejuk, kami berdua tertidur di bawah terangnya bulan. Dalam mimpi, kami melanjutkan cerita cinta ini, dengan jamur dan ilusinya, malam yang selalu ada sebagai pengingat betapa indahnya malam yang penuh tawa dan cinta.

Kini, ketika aku duduk di meja dengan telur dan nasi di depanku, ingatan ini muncul kembali. Setiap suapan seolah menghidupkan kembali kehangatan dan keajaiban malam itu, mengingatkan aku akan momen-momen magis pada malamitu. Membawa kembali rasa dan emosi yang pernah kami nikmati bersama. 

Namun, di tengah kehangatan kenangan ini, ada sebuah rasa rindu yang mendalam. Aku merindukannya, meskipun saat ini ia tengah menjalani jalannya sendiri, yang membuatnya terasa jauh. Akhh sial! masih banyak yang ingin aku tuangkan dalam tulisan ini, namun aku kesulitan untuk mengekspresikannya dengan kata-kata, akan tetapi malam itu adalah malam yang sangat mengesankan. Aku sedikit benci saat memori ini muncul, karena mengingatkan betapa indahnya malam itu dan betapa dalamnya rasa yang pernah ada. Gajah Mada, sebagai saksi bisu dari malam itu, tetap diam di dalam ingatanku, menandai jejak-jejak cinta dan tawa dari kenangan indah yang kuingat.