Chap 2 : Dalam Bayang-bayang
Akhir-akhir ini, bulan terasa begitu indah, seolah mendukungku dalam keresahan ini. Di bawah cahayanya yang tenang, aku mulai menyadari betapa alaynya aku akhir-akhir ini. Setiap kata yang kutulis penuh dengan keresahan, seakan aku terjebak dalam labirin perasaan yang tak berujung. Aku merasa seperti seorang remaja yang menulis di halaman-halaman buku harian, mencurahkan segala keresahan yang bergolak di hati dan pikiranku. Namun, meskipun aku sadar betapa anehnya semua ini terlihat, aku tetap tak bisa mengabaikan apa yang kurasakan untuknya karena begitulah kenyataannya, sesederhana itu, dan serumit ituitu.
Di balik semua itu, ada sosok dirinya yang membuatku terus menerus memikirkannya, bahkan di saat aku tahu bahwa ini semua mungkin tidak berarti apa-apa baginya. Dia bukan sekadar bunga di antara rerumputan liar; dia adalah sesuatu yang berbeda, sesuatu yang menarikku lebih dalam ke dalam labirin perasaan ini. Aku tahu, ini terdengar sangat klise, tapi itulah yang terjadi. Tiap kali aku memikirkan dirinya, seolah ada badai kecil yang muncul di dalam diriku membawa keresahan, kebahagiaan, dan rasa frustrasi yang tak berkesudahan. Aku terus menulis, berharap bisa meredakan gejolak ini, meskipun aku tahu bahwa setiap kata yang kutulis mungkin hanya akan menjadi sekadar catatan yang tidak bermakna. Namun, menulis seakan menjadi satu-satunya jalan bagiku untuk tetap waras di tengah kekacauan ini. Aku sadar betul, aku terlalu banyak berharap, terlalu banyak memikirkan hal-hal yang seharusnya tidak perlu aku pikirkan. Namun di balik semua ini, ada sesuatu yang tetap membuatku ingin melanjutkan, seolah aku harus menyelesaikan perjalanan yang telah aku mulai, meskipun itu mungkin hanya akan menambah rasa sakit yang sudah ada.
Kau tahu? Aku sangat senang berbincang denganmu, bahkan hanya melalui chat. Setiap kata yang kita tukar bagaikan untaian benang yang merajut cerita tak berujung, seolah aku ingin terus bisa memperpanjang momen ini dengan terus berbicara, mengisi ruang di antara kita dengan makna yang tak terbatas. Ada hasrat untuk terus merangkai kata-kata, menciptakan sebuah dialog yang tak pernah selesai, seolah dengan demikian, aku bisa memperpanjang kehadiranmu dalam hidupku. Namun, pada saat bersama denganmu, aku tak tahu harus bicara apa, seakan kata-kata yang selama ini terangkai begitu mudah tiba-tiba lenyap, tersapu oleh keberadaanmu yang begitu nyata. Hanya ada keheningan, dan di dalamnya, aku merasa begitu kecil, begitu tak berdaya, seolah semua yang ingin kuucapkan tertahan oleh ketakutan akan dirimu yang mungkin tak akan pernah benar-benar mengerti apa yang kurasakan.
Sesekali juga, saat pulang kerja, aku memutar jauh dari jalur biasa, mengambil rute yang lebih panjang dengan harapan bisa melihatmu. Perasaan ini seperti angin yang membawa aroma musim semi, hanya sepintas, tapi cukup untuk membangkitkan harapan yang entah datang dari mana. Mungkin terlihat bodoh, tapi ada sesuatu yang membuatku merasa bahwa melihatmu, walaupun hanya dari kejauhan, dapat membawa sedikit kehangatan dalam hatiku yang gersang.
Di satu sisi, aku tahu bahwa ini semua mungkin hanya anganku belaka, fantasi yang tercipta dari perasaan yang xlqtak terbalas. Namun di sisi lain, ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar khayalan. Sesuatu yang membuatku terus berharap bahwa suatu hari nanti, segala yang aku rasakan ini akan memiliki arti. Tapi kenyataannya, aku tahu bahwa aku bukan satu-satunya yang ada di pikirannya. Bahkan, aku sampai lupa bahwa banyak lelaki lain yang menginginkannya, mereka yang lebih lebih segalanya daripada aku. Dan di saat itulah, aku merasa semakin tidak berarti. Apa yang bisa aku tawarkan padanya yang tidak bisa mereka tawarkan?
Meski begitu, aku tidak bisa berhenti. Aku terus menulis, terus merenung, seolah mencari jawaban yang mungkin tidak pernah ada. Keresahan ini terus tumbuh, dan meskipun aku tahu betapa alaynya semua ini, aku tetap merasa perlu untuk menuangkannya ke dalam kata-kata. Mungkin karena menulis adalah satu-satunya cara bagiku untuk bertahan, untuk tetap waras di tengah kekacauan yang kurasakan. Betapa lemahnya aku saat jatuh cinta, hari-hariku semakin kacau. Pekerjaan, tujuan, dan kamu semua bertabrakan dalam pikiranku. Namun, aku tidak menyalahkan siapa pun selain diriku sendiri. Aku yang membiarkan diriku terperangkap dalam perasaan ini, meskipun aku tahu ini hanya akan membawaku pada kerapuhan. Tapi, di saat yang sama, aku tak mampu melepaskan diriku darimu.
Kamu adalah satu-satunya hal yang membuatku merasa seakan hidup kembali di tengah segala kegilaan ini. Setiap kali aku memikirkanmu, ada sesuatu yang menyala di dalam diriku, sesuatu yang membuatku ingin terus maju, meskipun jalan di depanku begitu gelap dan penuh ketidakpastian. Saat ini, aku bahkan merasa malas untuk kembali ke kamar, tempat di mana pikiranku selalu dipenuhi bayangan dirimu. Dan di tengah semua itu, aku menemukan diriku yang terus-menerus memikirkanmu.
Ada saat-saat di mana aku bertanya-tanya apakah aku ini hanya seorang pengecut yang tidak bisa menghadapi kenyataan. Mungkin, aku terlalu takut untuk mengakui bahwa semua ini hanyalah angan-angan kosong, ilusi yang kubangun sendiri. Tapi di saat yang sama, ada bagian dari diriku yang tidak ingin melepaskan harapan itu, harapan bahwa suatu hari nanti, semuanya akan berubah menjadi lebih baik. Tapi kenyataannya tidak pernah sesederhana itu. Aku tahu bahwa harapan sering kali adalah pedang bermata dua, bisa memberiku kekuatan untuk bertahan, tapi juga bisa membuatku terperosok lebih dalam ke dalam jurang keputusasaan. Dan di sinilah aku sekarang, terombang-ambing antara harapan dan kenyataan, tidak tahu ke mana harus melangkah. Mungkin aku terlalu banyak menghabiskan waktu untuk memikirkannya, terlalu banyak menghabiskan tenaga untuk sesuatu yang mungkin tidak pernah terjadi. Tapi entah mengapa, aku tidak bisa berhenti. Setiap kali aku mencoba melupakanmu, ada sesuatu yang menarikku kembali, seolah-olah kamu adalah gravitasi yang tidak bisa aku hindari.
Aku tahu betapa bodohnya semua ini terdengar, seorang pria dewasa yang terjebak dalam perasaan yang begitu kekanak-kanakan. Tapi, pada saat yang sama, aku juga tahu bahwa perasaan ini nyata. Setiap detak jantungku, setiap tarikan napasku, semuanya dipenuhi dengan bayanganmu. Dan di tengah semua itu, aku bertanya-tanya, apakah kamu merasakan hal yang sama? Tapi aku tidak bisa berharap terlalu banyak. Aku tahu bahwa kamu memiliki kehidupan sendiri, mimpi dan harapan yang mungkin tidak pernah melibatkan aku. Dan di saat itulah, aku merasa begitu kecil, begitu tidak berarti di hadapanmu. Tapi meskipun begitu, aku tetap tidak bisa mengabaikan apa yang kurasakan.
Ada sesuatu yang dalam diriku yang terus mendorongku untuk bertahan, untuk terus berharap bahwa suatu hari nanti, semuanya akan berubah. Tapi semakin lama aku menunggu, semakin aku sadar bahwa perubahan itu mungkin tidak pernah datang. Dan di sinilah aku sekarang, terjebak dalam lingkaran perasaan yang tak berujung. Aku merasa seperti aku sedang berjalan di atas tali yang begitu tipis, mencoba menyeimbangkan antara harapan dan kenyataan. Dan setiap kali aku kehilangan keseimbangan itu, aku jatuh ke dalam jurang keputusasaan yang begitu dalam. Tapi meskipun begitu, aku tetap mencoba untuk bangkit, untuk terus maju meskipun jalan di depanku begitu sulit.
Belakanganr ini, aku kembali lagi pada lingkaran setan yang dulu pernah kutinggalkan. Setelah sekian lama mencoba menjauhinya, aku akhirnya kembali dekat dengan alkohol. Minuman ini seperti pelarian yang dulu sering kucari, cairan yang entah bagaimana bisa menenangkan segala kekacauan yang berputar di dalam kepalaku. Setiap tegukan memberikan sensasi yang mengalirkan kehangatan di tubuhku, tetapi di saat yang sama juga membawa kesadaran pahit bahwa aku sedang berlari menjauh dari kenyataan, bukan menghadapinya. Mungkin minuman ini adalah bentuk lain dari pengakuan bahwa aku tak mampu mengatasi perasaanku dengan cara yang lebih sehat. Aku tahu, ini bukan solusi, namun entah kenapa, aku terus kembali padanya, berharap bisa menemukan kedamaian meskipun hanya untuk sementara. Dengan sebotol anggur di sampingku, aku menulis seakan-akan setiap tetesan minuman itu bisa meredakan keresahanku. Anggur menjadi sahabat setiaku, menemani malam-malam panjang ketika aku mencoba mencari makna dari semua ini. Setiap tegukan membawa perasaan yang semakin kuat, seolah-olah anggur itu mengalirkan keberanian yang tak pernah kumiliki untuk menghadapi kenyataan.
Aku terlalu naif untuk memahami dirimu lebih dalam, seolah aku terlalu mudah percaya pada bayangan yang kau gambarkan. Ketika aku mencoba memahami lebih jauh, aku sering kali terjebak dalam labirin kesalahpahaman dan harapan kosong. Aku membiarkan diriku terbuai oleh ilusi tentang siapa dirimu, tanpa benar-benar mengerti esensi sejatinya. Kini, aku baru menyadari bahwa naivitas ini hanya membuatku semakin tenggelam dalam keraguan dan kebingungan, terjebak dalam penafsiran yang mungkin jauh dari kenyataan
Dulu aku sangat percaya bahwa dengan rokok, semua bisa lebih akrab, seolah setiap kepulan asap membawa percakapan ke tempat yang lebih dalam. Namun, di malam itu, aku sedikit menyesal, merenungi siapa diriku sebenarnya. Egois rasanya, karena ada dorongan kuat dalam hatiku yang membuatku ingin sekali menjambak lelaki yang berada dekat denganmu, kemudian kubenturkan kepalanya ke dinding. Dalam bayangan pikiranku yang kusut, aku merasa bahwa kehadirannya adalah ancaman bagi perasaanku. Aku tahu itu salah, aku tahu betapa piciknya berpikir seperti itu, tetapi di saat yang sama, perasaan cemburu ini membakar seperti api yang tak dapat padam, menelan segala logika dan rasionalitas.Aku merindukan saat-saat di mana aku bisa duduk tenang bersamamu, tanpa ada siapa pun yang mengganggu. Namun, malam itu, aku hanya bisa menatap dari kejauhan, terjebak dalam pergulatan batin yang membuatku merasa semakin tak berdaya. Aku menyadari betapa lemahnya diriku, betapa aku tidak mampu mengendalikan rasa cemburu yang menggerogoti pikiranku. Rasanya, dunia seakan menyempit, hanya menyisakan ruang untuk amarah dan ketidakberdayaan.
Kamu mungkin tidak pernah tahu betapa besar pengaruhmu dalam hidupku belakangan ini. Kamu mungkin tidak pernah tahu bahwa setiap kali aku memikirkanmu, ada sesuatu yang berubah dalam diriku. Dan di tengah semua itu, aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari nanti, kamu akan melihatku dengan cara yang sama seperti aku melihatmu. Tapi sampai saat itu tiba, aku hanya bisa terus menulis, terus menuangkan perasaanku ke dalam kata-kata. Mungkin suatu hari nanti, kata-kata ini akan sampai padamu, dan kamu akan mengerti apa yang sebenarnya kurasakan. Tapi untuk saat ini, aku hanya bisa berharap bahwa menulis akan memberiku kedamaian yang aku cari. Dan meskipun aku tahu bahwa kedamaian itu mungkin hanya sementara, aku tetap merasa perlu untuk mencarinya. Karena pada akhirnya, aku hanya seorang pria yang mencoba memahami dirinya sendiri di tengah perasaan yang begitu rumit...
Post a Comment